AKTUAL-Tak ada hari besar keagamaan di negri ini yang dimeriahkan
semeriah dan segegap gempita Idul Fitri. Anggaran rumahtangga pun
membengkak, sehingga THR (Tunjangan Hari Raya) menjadi kewajiban setiap
perusahaan pada karyawannya. Tapi di negri ini pula, sejumlah ormas
paling kenceng mencari THR ke perusahaan-perusaahan, padahal mereka
bukan karyawan perusahaan atau pembantunya seorang majikan.
Lebaran merupakan kearifan lokal yang hanya ada di Indonesia. Karena
90% rakyatnya beragama Islam –termasuk yang hanya dalam KTP– tanggal 1
Syawal sebagai hari Idul Fitri disambut semeriah mungkin. Tak hanya
salat Ied di mesjid maupun lapangan, tapi juga setiap rumah menyambut
para tamu dengan kue-kue lezat, anak-anak, orang tua pakai baju baru,
sepatu baru, termasuk akik baru.
Ini semua perlu anggaran ekstra, sehingga pemerintah pun melalui
Kementerian Tenaga Kerja mewajibkan perusahaan memberikan THR kepada
karyawannya. Para majikan pun ikut memberi THR pada pembantunya, RT-RW
juga memberikan THR bagi tukang sampah dan satpamnya. Bahkan mulai tahun
ini, PNS yang tak diberi THR oleh negara, kini menerima gaji ke-14 agar
bisa menyambut Lebaran dengan senyum.
“Institusi” lain seperti preman, bahkan ormas, banyak juga yang
memanfaatkan moment Lebaran ini. Dengan mencatut “anak yatim”, mereka
mensweping perusahaan-perusaaan untuk mendapatkan jatah THR. Mereka
rajin menyebar proposal ke sana kemari dengan kalimat sakti, “perusahaan
Anda berada di lingkungan kami”.
Sebenarnya tak ada aturan perusahaan harus memberi THR pada
ormas-ormas itu. Memangnya yang punya wilayah itu ormas, memangnya yang
mengeluarkan perizinan usaha itu ormas? Apa jasa atau kontribusi mereka
pada sebuah perusahaan? Tapi yang terjadi, justru ormas-ormas itu yang
paling kenceng cari THR ke sana kemari.
Tapi perusahaan itu kebanyakan hanya mengalah. Ketimbang rame jika
tak mau disebut “diteror”, beri saja itu uang THR. Soal dana itu sampai
pada “anak yatim” atau tidak, bukan urusannya. Polisi pun tak bisa
berbuat apa-apa, sepanjang ormas proposal itu minta THR secara sukarela
dan tidak memaksa. Tapi jika sudah mulai memaksa dan menakut-nakuti,
barulah polisi bisa bertindak keras. – gunarso ts [ts]
Categories:
Opini