JAKARTA-Pemerintah tengah
mengkaji rencana pembentukan Holding BUMN Energi. Pembentukan holding
energi ini dilakukan dengan cara menjadikan PT Perusahaan Gas Negara Tbk
(PGAS) sebagai anak usaha PT Pertamina.
Ketua Umum Asosiasi Analis Efek Indonesia, Haryajid Ramelan
mengatakan, rencana pemerintah tersebut dikhawatirkan akan mengganggu
pengembangan infrastruktur gas bumi di Indonesia yang selama ini
dilakukan oleh PGN.
"Dengan adanya holding ini, saya khawatirnya nantinya PGN akan tidak
leluasa mengembangkan bisnis," ujar Haryajid saat dihubungi wartawan,
Senin (27/6/2016).
Menurut Haryajid, bila PGN menjadi anak usaha Pertamina ini resmi
terbentuk, maka akan ada perubahan proses bisnis di PGN, terutama dalam
hal pengambilan keputusan terkait penentuan langkah strategis
pengembangan usaha.
"Waktu masih sendiri, untuk mengambil langkah bisnis PGN cukup bahas
sendiri di internalnya. Dengan adanya holding ini, PGN harus mendapat
persetujuan dari Pertamina yang induk usahanya. Jadi proses pengambilan
keputusannya lebih lama," tuturnya.
Dengan kondisi tersebut, dikhawatirkan Pertamina akan menghambat PGN untuk mempertahankan kinerjanya.
Selain itu bisnis hilir minyak dan hilir gas adalah bisnis yang tidak
saling melengkapi artinya ketika bisnis hilir minyak tumbuh, maka
bisnis hilir gas yang akan turun dan sebaliknya, ketika bisnis hilir gas
tumbuh maka binsis hilir minyak turun.
"Akuisisi PGN oleh Pertamina ini adalah langkah mundur dalam pengembangan infrastruktur gas," ucap Haryajid.
Kerugian lainnya dalam hal pengembangan infrastuktur gas bumi adalah dalam hal kemudahan mendapatkan pembiayaannya.
Dengan status PGN sebagai BUMN, ketika mendapatkan pinjaman dari bank
untuk membangun infrastruktur gas bumi, PGN mendapatkan perlakuan
khusus yakni tidak perlu memberikan jaminan kebendaan (Clean Basis) dalam perjanjian kredit.
Dengan jadi anak usaha Pertamina dan statusnya sebagai BUMN dihapus, maka PGN harus menyediakan jaminan kebendaan (aset).
Kondisi keuangan PGN yang selama ini lumayan bagus juga menjadi
perhatian Haryajid. Dari laporan keuangannya, perusahaan gas pelat merah
ini mampu membukukan laba bersih sebesar 401,2 juta dollar di tahun
2015. Perolehan tersebut setara 13 persen dari pendapatan usaha yang
sebesar 3,07 miliar dollar.
Kinerja terbalik justru ditunjukkan oleh calon induk usahanya yakni
PT Pertamina. Meski membukukan pendapatan usaha mencapai 41,76 miliar
dollar, namun perolehan laba bersihnya hanya tercatat sebesar 1,42
miliar dollar. Artinya, laba yang dicatatkan Pertamina hanya setara 3,4
persen dari pendapatannya. [read]
Categories:
Nasional