
Jakarta--Gubernur DKI Jakarta
Basuki Tjahaja Purnama kembali membuat kebijakan kontroversial. Seusai
memperbolehkan minuman keras beredar di Jakarta, pria yang biasa Ahok
itu mengizinkan spa buka selama bulan Ramadhan.
Selama bulan suci Ramadhan 1437 Hijriah, sebanyak 311 tempat hiburan
malam di DKI Jakarta diwajibkan menutup usahanya. Dasar hukum penutupan
tersebut berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Kepariwisataan.
“Dasar hukum penutupan tersebut juga berdasarkan SK Gubernur Provinsi
DKI Jakarta Nomor 118 Tahun 2004 tentang petunjuk pelaksanaan pengawasan
penyelenggaraan industri pariwisata di DKI Jakarta,” ujar Plt Kepala
Dinas DKI Jakarta Jeje Nurjaman saat menghadiri silaturahmi Kapolda
Metro Jaya bersama pengelola industri pariwisata dan pimpinan ormas,
Mapolda Metro Jaya, Selasa (31/5).
Jeje menjelaskan, ada pun jenis usaha hiburan malam yang ditutup adalah
diskotek 66 usaha, griya pijat 230 usaha, klub malam 8 usaha, mandi uap 7
usaha.
Sementara, tempat usaha hiburan yang boleh buka dengan pengaturan waktu
625 usaha di antaranya karaoke 268 usaha, musik hidup 165 usaha, bola
sodok 60 usaha, permainan ketangkasan manual dan elektronik 89 usaha,
pijat refleksi 43 usaha.
“Sisanya 351 usaha boleh buka, di antaranya spa 14 usaha, bioskop 258
usaha, bola gelinding 2 usaha, padang golf 3 usaha, pusat olahraga dan
kesegaran jasmani 68 usaha, taman relaksasi 6 usaha,” papar Jeje.
Jeje menambahkan, 311 tempat usaha hiburan wajib tutup pada satu hari
sebelum Ramadhan. Hari pertama Ramadhan, Malam Nuzulul Quran, satu hari
sebelum Hari Raya Idul Fitri atau malam takbiran, hari pertama dan kedua
Hari Raya Idul Fitri, satu hari sebelum Hari Raya Idul Adha, dan Hari
Raya Idul Adha.
Ada pun, usaha karaoke dan musik hidup dapat menyelenggarakan kegiatan
pada bulan puasa mulai pukul 20.30 WIB hingga pukul 01.30 WIB.
Dinas Pariwisata DKI Jakarta juga menambahkan ketentuan, bagi usaha
hiburan dilarang memasang reklame/ poster, serta pertunjukan film dan
pertunjukan lainnya yang bersifat pornografi, pornoaksi, dan erotisme.
Dilarang menyediakan hadiah dalam bentuk dan jenis apapun.
Jeje menuturkan, ada pun sanksi administrasi bagi usaha hiburan dengan
memberikan teguran hingga pencabutan TDUP. Dari laporan Dinas Pariwisata
DKI Jakarta, dari 2011 hingga 2015, bentuk pelanggaran mengalami
penurunan.
Sebagai bentuk tanda, boleh buka atau tutupnya sebuah usaha hiburan,
Dinas Pariwisata DKI Jakarta memasang sticker. Sticker dengan warna
hijau artinya boleh buka, sedangkan sticker merah artinya harus tutup.
Sebelumnya, Ahok menyatakan peredaran minuman keras (miras)
diperbolehkan di Ibukota. Sebab, menurut dia, penjualan miras ada diatur
di peraturan daerah atau Perda.
Ahok merasa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI tak pernah melarang adanya
miras di toko-toko swalayan Jakarta. Namun begitu, ada pembatasannya
yang diatur dalam Perda miras.
Diketahui, Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, yang di
dalamnya disebutkan minuman alkohol lima persen ke bawah termasuk
minuman beralkohol tipe A, yang masih boleh dikonsumsi.
Terlebih sesuai Peraturan Presiden No. 74/2013 tentang Pengendalian dan
Pengawasan Minuman Beralkohol, semua kepala daerah di Indonesia sudah
diberi kewenangan untuk menerbitkan Peraturan Daerah tentang miras
sesuai karekteristik daerahnya masing-masing.
“Kalau menurut Perdanya, sebenarnya boleh. Asal dibatasi, ada umurnya.
Perda kita tidak melarang hanya membatasi,” katanya kepada wartawan di
Balaikota, belum lama ini.
Di sisi lain, ia mengakui Pemprov DKI memang mempunyai saham di salah
satu perusahaan minuman keras (miras). Ia menceritakan kepemilikan saham
perusahaan miras oleh pemprov DKI terjadi di zaman Gubernur Ali
Sadikin. Ia menampik tudingan yang menyebut dirinyalah yang mendirikan
pabrik miras tersebut.
“Kalau nggak salah zamannya Pak Ali Sadikin. Tahun 70 berapa saya nggak
tahu. Dan itu sudah go public. Kemarin kan nyalahin saya, seolah-olah
saya yang bikin pabrik bir. Saya aja belum tahu. Masih ngompol kali
tuh,” ujarnya.
Sementara, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memastikan bahwa peredaran
miras di Ibukota hanya akan dilakukan di toko pengecer besar. Dengan
demikian, tidak akan ada penjualan miras di minimarket.
Pernyataan itu disampaikan Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil
Menengah (KUMKM) Irwandi di Jakarta, Senin (23/5) lalu, saat menanggapi
dicabutnya Peraturan Daerah (Perda) Pelarangan Minuman Keras oleh
Kementerian Dalam Negeri. “Kalau di tempat kecil (minimarket) dipastikan
masih tidak boleh,” tegas Irwandi.
Sumber : http://www.rofiqmedia.com
Categories:
Agama,
Media Sosial,
Nasional