JAKARTA - Istana Kepresidenan Republik Indonesia yang berada di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, banyak mengoleksi benda-benda yang memiliki karya seni.
Benda seni tersebut sudah terlihat ketika memasuki Kompleks Istana
Kepresidenan, melalui pintu pos pengamanan dari Kompleks Sekretariat
Kepresidenan.
Patung seorang pria sambil memegang busur dengan pose ingin memanah tersebut terlihat jelas di halaman Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan. Patung tersebut mengarah ke sisi kiri Istana Negara. Di bawahnya terdapat air mancur yang menghiasi halaman. Di depan patung tersebut, ada tiang bendera, tempat bendera Merah Putih berkibar.
Selain itu, patung itu berdiri diantara dua pohon besar yang ranting dan daunnya dihias seperti tabung. Memasuki pos pengamanan kedua, banyak patung-patung kecil yang
diletakkan di berbagai sudut taman, mulai patung orang termenung, patung
anak kecil sedang bermain, bahkan patung wanita sedang duduk di atas
batu. Hampir semua patung yang ada tersebut tidak mengenakan busana alias telanjang, baik patung berbentuk laki-laki maupun perempuan.
Di dalam Istana Merdeka, terdapat juga patung Jenderal Sudirman yang mengenakan seragam dan blangkon berdiri tegap mengarah ke ruang utama Istana Merdeka.Di sisi kirinya terdapat lukisan besar. Lukisan tersebut merupakan karya pelukis ternama, Basoeki Abdullah dengan judul Pergiwa Pergiwati (1956). Yang menarik adalah batu besar yang berada di lokasi Masjid Baiturrahim Istana Kepresidenan. Masjid tersebut berada di sisi kanan Istana Merdeka.
Batu besar tersebut ada dua dan ternyata dibawa dari Gunung Gede yang berada di Jawa Barat. Tadinya batu tersebut digunakan untuk wudhu jemaah yang ingin menunaikan salat di masjid Baiturrahim. "Batu ini mengeluarkan air dan digunakan untuk wudhu waktu itu," ujar Sekretaris Masjid Baiturrahim, Ajat Sudradjat.
Ketika Masjid Baiturrahim dibuka untuk umum di era Presiden Soeharto, banyak orang luar dari lingkungan istana kagum terhadap batu besar tersebut. "Batu ini kontroversial. Karena khawatir dianggap kemusyrikan, maka batu ini tidak digunakan lagi," kata Ajat.
Batu tersebut memang mengeluarkan air, namun bukan alamiah, melainkan dibuat dengan dipasangi selang dari bawah sehingga seolah-olah ada air yang keluar dari dalam batu.
"Padahal, kalau kerannya dimatikan, ya airnya mati, enggak keluar dari batu itu," ucap Ajat. Batu tersebut kini diletakkan di halaman samping Masjid Baiturrahim.
Sementara batu lainnya diletakkan di belakang masjid. (tx)
Ketika Masjid Baiturrahim dibuka untuk umum di era Presiden Soeharto, banyak orang luar dari lingkungan istana kagum terhadap batu besar tersebut. "Batu ini kontroversial. Karena khawatir dianggap kemusyrikan, maka batu ini tidak digunakan lagi," kata Ajat.
Batu tersebut memang mengeluarkan air, namun bukan alamiah, melainkan dibuat dengan dipasangi selang dari bawah sehingga seolah-olah ada air yang keluar dari dalam batu.
"Padahal, kalau kerannya dimatikan, ya airnya mati, enggak keluar dari batu itu," ucap Ajat. Batu tersebut kini diletakkan di halaman samping Masjid Baiturrahim.
Sementara batu lainnya diletakkan di belakang masjid. (tx)
Categories:
Nasional